1. PERKEMBANGAN
POLITIK DIDUNIA
Politik Internasional bisa diartikan secara sederhana
sebagai sebuah bentuk pertemuan atau interaksi dua politik luar negeri yang
dilakukan oleh negara. Jadi syarat mutlak terjadinya sebuah politik
internasional adalah adanya minimal 2 kebijakan luar negeri dari 2 negara yang
berbeda yang berinteraksi satu sama lain.Dalam studi hubungan internasional, perkembangan
politik internasional sendiri tidak pernah menyimpang jauh dari perkembangan
kajian hubungan internasional itu sendiri. Ibarat polinter adalah ikan dan
hubungan internasional adalah akuariumnya, maka kehidupan ikan akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi air pada akuarium tersebut. Dalam studi hubungan
internasional pula diketahui bahwa terjadi sebuah perkembangan drastic pada
politik internasional pada masa pasca perang dunia 2. Perkembangan tersebut
salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.Perkembangan teknologi
dalam politik internasional yang paling tampak adalah dalam bidang militer dan
persenjataan. Dijatuhkannya 2 bom nuklir “little boy” dan “fat man” oleh
Amerika Serikat di kota Hiroshima dan Nagasaki telah membuat mata dunia terbuka
betapa berbahayanya senjata tersebut bagi manusia dan alam. Kehebatan tenaga
nuklir mampu meluluhlantakkan semua hal bahkan yang “hanya” terkena radiasinya.
Selepas perang dunia 2, mulailah dilarang penggunaan nuklir sebagai senjata.
Namun masih banyak negara yang sesungguhnya secara diam-diam mengembangkan
senjata berteknologi nuklir tersebut, terutama negara-negara yang turut serta
dalam perang dingin yang terus berlangsung sampai berakhir pada penghujung
periode 80an.Selanjutnya perkembangan teknologi ini membuat semua pihak lebih
berhati-hati dalam menggunakan senjata, apalagi untuk tujuan berperang dengan
negara lain. Setidaknya ada 3 ciri khas yang bisa diamati.
1. Adanya perubahan dalam peperangan. Perubahan dalam
peperangan ini maksudnya negara akan berpikir berkali-kali sebelum
mendeklarasikan perang pada pihak (negara) lain karena di tengah iklim
globalisasi ini ketergantungan antarnegara sudah semakin erat, sehingga jika
ada 2 negara yang berperang, maka aka nada negara-negara lain yang ikut campur
dan biasanya akan terjadi perang teknologi senjata yang mematikan bagi kedua
belah pihak. Maka sekarang sangat jarang terjadi perang terbuka antar negara.
Teknologi persenjataan lebih digunakan untuk mengatasi gejolak dalam negeri dan
dikembangkan secara diam-diam.
2. Muncul konsep overkill dan defenselessness. Konsep
overkill maksudnya adalah konsep bahwa perang akan memakan banyak korban, bukan
hanya di pihak lawan, tapi juga di pihak sendiri. Sedangkan konsep
defenselessness maksudnya adalah mengusahakan sebuah pertahanan bersama dengan
negara-negara lain demi menghadapi ancaman dari luar, misalnya dengan membentuk
sebuah pakta pertahanan bersama.
3. Muncul mutual suicide. Bila diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia maka menjadi ke-saling-bunuhdiri-an. Ya itulah yang akan terjadi bila
terjadi perang terbuka. Kerugian nyawa dan harta benda pasti tak terhitung
jumlahnya.
Perkembangan Politik Dunia Masa Perang Dingin
Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan Amerika Serikat dan
Uni Soviet keluar sebagai pemenang perang dan muncul sebagai negara
adikuasa/super power yang kemudian memainkan peranan di panggung politik,
ekonomi dan militer dunia internasional. Lahirnya kekuatan adidaya baru yang
mewakili kepentingan Blok Barat dan Blok Timur menimbulkan suasana yang tidak
representatif. Pertentangan di antara dua kekuatan dunia tersebut melahirkan
Perang Dingin (the cold war).
Keadaan dunia setelah berakhirnya Perang Dunia II makin
mencekam setelah Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur
yang dipimpin Uni Soviet saling berebut pengaruh.
Berbagai unjuk kekuatan digelar oleh kedua kubu untuk
menjadi yang paling kuat di dunia. Pertentangan secara psikologi menyebabkan
dunia dalam suasana Perang Dingin.
a. Penyebab Terjadinya Perang Dingin
Secara umum, Perang Dingin terjadi akibat dipicu oleh
hal-hal sebagai berikut.
1) Perbedaan dan Pertentangan Ideologi
Amerika Serikat adalah negara yang berideologi liberal
kapitalis, sedangkan Uni Soviet adalah negara yang berideologi sosialis
komunis. Sejak awal kelahirannya, paham sosialis komunis memang tidak sejalan
dengan paham liberal kapitalis. Bahkan, kelahiran sosialis komunis memang
dipicu adanya liberal kapitalis yang pada waktu itu bertindak sewenang-wenang.
Akibat perbedaan ideologi, setelah musuh bersama (Jerman) dapat mereka
lenyapkan dalam Perang Dunia II, pertentangan ideologi kembali terjadi.
Akibatnya, kedua kekuatan adidaya tersebut berusaha saling mengalahkan. Salah
satu caranya adalah memengaruhi negara-negara lain untuk bergabung dalam
kelompoknya. Oleh karena itu, dunia ini akhirnya seolah-olah terbagi menjadi
Blok Barat yang berpaham liberal kapitalis dengan Amerika Serikat sebagai
pemimpinnya, dan Blok Timur yang berpaham sosialis komunis dengan Uni Soviet
sebagai pemimpinnya.
2) Perebutan Dominasi Kepemimpinan
Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berusaha menjadi
pemimpin dunia. Mereka memimpikan dapat berkuasa dan memimpin dunia seperti
masa kejayaan Inggris dan Prancis pada masa imperialis kuno. Namun, kekuasaan
yang biasanya dilakukan pada masa imperialis kuno sekarang sudah tidak mereka
lakukan lagi. Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjadi pemimpin dunia
dengan cara baru, misalnya dengan kekuatan ekonominya. Dengan demikian, Amerika
Serikat dan Uni Soviet tampil sebagai imperialis muda.
Amerika Serikat dengan kekuatan ekonominya berusaha
memengaruhi negara-negara lain khususnya yang baru merdeka dengan paket bantuan
ekonomi. Pemerintah Amerika Serikat beranggapan bahwa negara yang rakyatnya
hidup makmur dapat menjadi tempat pemasaran hasil industrinya. Selain itu,
rakyat yang hidupnya telah makmur juga akan menjauhkan dari pengaruh sosialis
komunis. Hanya kemiskinan yang menjadi ladang subur bagi perkembangan sosialis
komunis. Sedangkan Uni Soviet yang mempunyai kekuatan ekonomi, tetapi tidak
sebesar Amerika Serikat juga berusaha membentengi negara-negara yang telah
mendapat pengaruhnya.
b. Bentuk–bentuk Perang Dingin
Perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet
meliputi bidang politik, ekonomi, militer, dan ruang angkasa.
1) Bidang Politik
Pihak AS berusaha menjadikan negara-negara yang baru merdeka
dan negara-negara sedang berkembang menjadi sebagai negara demokrasi dengan
tujuan agar hak-hak asasi manusia dapat terjamin. Untuk negara yang kalah
perang yaitu Jerman dan Jepang dikembangkan paham demokrasi dan sistem
perekonomian kapitalisme. Sedangkan pihak US mengembangkan paham
sosialisme-komunisme dengan pembangunan ekonomi rencana lima tahun dengan cara
diktator, tertutup. Dengan sistem ini US dikenal sebagai ‘negara tirai besi’,
sedangkan negara di bawah pengaruhnya di Asia yaitu Cina mendapat julukan
‘negara tirai bambu’.
2) Bidang Ekonomi
AS dan US saling memperebutkan pengaruhnya dengan menjadi
pahlawan ekonomi yaitu menjadi negara kreditur dengan memberikan bantuan,
pinjaman kepada negara-negara berkembang, seperti Mashall Plan (Eropean
Recovery Program) yakni bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara di
kawasan Eropa Barat. Selain itu Presiden Henry S Truman memberikan bantuan
teknis dan ekonomi khusus kepada Turki dan Yunani, yang dikenal dengan Truman
Doctrin.
3) Bidang Militer
Perebutan pengaruh antara AS dengan US dalam bidang militer
dalam bentuk pakta pertahanan militer. Berlangsungnya Perang Dingin menyebabkan
Amerika Serikat dan Uni Soviet saling curiga satu dengan yang lain. Untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang terbuka, kedua negara adidaya
beserta para sekutunya saling memperkuat pertahanan dan militernya.
Sedangkan Uni Soviet berusaha mengimbangi kekuatan militer
Blok Barat dengan membentuk kerja sama militer pula. Pada 14 Mei 1955 Uni
Soviet bersama Mongolia, Polandia, Cekoslowakia, Bulgaria, Rumania, dan Jerman
Timur membentuk Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau dikenal
dengan sebutan Pakta Warsawa.
4) Bidang Ruang angkasa
Perebutan pengaruh antara AS dengan US juga melanda pada
kecanggihan teknologi ruang angkasa lebih lanjut di bahas pada subbab
eksploitasi teknologi ruang angkasa.
2. PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA DARI
SESUDAH KEMERDEKAAN (REFORMASI)
A. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan
Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan
Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan
budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat
mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden
Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh
menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang
ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi
Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu
diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras
untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan
Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
Merekapitulasi
perbankan
Merekonstruksi
perekonomian Indonesia.
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah.
Manaikan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa
pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi
yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan
di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah
bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang
ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga
mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.
2. Kebebasan
Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan
pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja
yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun
unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau
lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak
kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini
dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang
Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak
kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang
di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani
penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa,
pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang
mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah
memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya,
undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam
kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu
tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
3. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI
menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan
langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan
Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38
orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat
angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai
tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama
menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri
dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
4. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan
reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang
berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk
mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat,
karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang
ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi
hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan
jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung
bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih
tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat.
Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan
bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde
Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan
terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya
kreativitas masyarakat.
5. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali
lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967
digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan
mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang
Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR
benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar,
lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat.
Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
3. STRATEGI MEMBANGUN NASIONAL DI INDONESIA SESUDAH
KEMERDEKAAN (REFORMASI)
Pembangunan pada
bidang politik adalah berupa transformasi dari suatu sistem kekuasaan ke sistem
kekuasaan lain yang lebih modern. Hal tersebut dapat berupa perubahan kekuasaan
yang bersifat otoriter menjadi demokratis, munculnya sistem mulitpartai,
ataupun pemilihan umum secara langsung. Kesejahteraan sebagai hasil dari
pembangunan tidak selalu karena kemajuan dalam sektor ekonomi namun juga karena
perubahan persepsi tentang peranan pemerintah dan hak kewajiban masyarakat
sebagai warga negara.
Memang keberhasilan pembangunan ekonomi diharapkan dapat
mendorong perkembangan bidang-bidang lainnya ke tahap yang lebih tinggi. Namun
kemajuan dalam bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan keadaan sosial
politik dalam suatu negara. Untuk menjaga agar proses pembangunan ekonomi suatu
negara agar dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan kestabilan politik,
sedangkan untuk membentuk kestabilan politik di dalam suatu negara dibutuhkan
juga kestabilan ekonomi dalam negara itu. Adanya kestabilan pada bidang politik
dan ekonomi diharapkan dapat memberikan kondisi sosial yang baik di dalam suatu
negara juga. Karena itulah aspek-aspek tersebut merupakan suatu kesatuan
penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, utamanya pembangunan
politik yang memegang peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa.
Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kehidupan politik
di Indonesia tidak selalu stabil. Sistem politik Indonesia selalu mengalami
perkembangan dari masa ke masa, sejak awal kemerdekaan, pemerintahan orde lama,
pemerintahan orde baru yang kemudian runtuh dan digantikan oleh era reformasi
hingga sekarang ini.
Begitupun dengan kondisi pembangunan di Indonesia yang juga
mengalami pasang surut seiring dengan dinamika politik di Indonesia. Indonesia
pernah hampir memasuki fase tinggal landas (take off) pada era orde baru yang
kemudian runtuh pada tahun 1998 karena isu korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan
pada saat itu Indonesia mengalami krisis moneter. Peristiwa ini menjadi awal
kejatuhan bangsa Indonesia. Akibat krisis tersebut, Indonesia seakan harus
memulai perjuangannya dari awal lagi.
Pembangunan di Indonesia sudah berlangsung sejak bangsa ini
mulai terbentuk pada era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga era
reformasi saat ini. Bisa dibilang kemajuan pembangunan di Indonesia mulai pesat
saat Orde Baru berkuasa. Saat itu pemerintah mencanangkan Repelita yang sukses
mengantarkan Indonesia menjadi salah satu macan asia. Namun keberadaan Orde
Baru tetap tidak bisa kita lepaskan dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme
yang menggerogoti negara hingga ke akar. Tahun 1998 Orde Baru runtuh, dan
julukan bagi mantan Presiden Soeharto sebagai ‘Bapak Pembangunan’ seakan runtuh
pula.
Era reformasi dimulai sejak pengunduran diri Soeharto pada
21 Mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie. Hal ini berawal dari
krisis moneter yang mengakibatkan melemahnya ekonomi Indonesia dan memunculkan
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan saat itu dan muncul
aksi demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa.
Pasca reformasi itu
pun dinamika perpolitikan di Indonesia terus berjalan dengan beberapa kali
berganti kepala pemerintahan, yaitu setelah BJ Habibie, lalu digantikan oleh
Abdurrahman Wahid setelah diadakan pemilu legislatif yang diikuti oleh 48
partai politik. Namun pada 23 Juli 2001 MPR memakzulkan presiden Abdurrahman Wahid dan digantikan oleh
Megawati Soekarnoputri. Pada era Presiden Megawati inilah kemudian
diselenggarakan pemilihan umum secara langsung yang diikuti 24 partai politik.
Pemilihan umum pertama yang dilakukan secara langsung ini kemudian memunculkan
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI dan Jusuf Kalla sebagai Wakil
Presiden RI, dan akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono terpilih lagi sebagai
Presiden dalam dua periode masa pemerintahan pada pemilu tahun 2009 dengan
Boediono sebagai Wakil Presiden RI.
Memang banyak hal
yang belum terselesaikan selama empat belas tahun ini, namun tetap saja sudah ada beberapa
pencapaian yang berhasil dilakukan oleh pemerintah dari awal reformasi hingga
sekarang ini dengan berbagai kekurangannya. Beberapa pencapaian pembangunan
politik era reformasi[1] adalah sebagai berikut:
1. Penghapusan peran militer dalam kekuasaan
sipil
a. Kelembagaan
TNI dan Polri dipisahkan (2000)
b. Kursi di
fraksi DPR/MPR untuk TNI Polri dikurangi, kemudian dihilangkan (2004)
c. Terbitnya UU
No 34 tahun 2004 yang mengatur larangan prajurit aktif menjadi anggota parpol,
kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam
pemilu dan jabatan politis lainnya (2004)
2. Pemberantasan
KKN
a. Komisi
Pemberantasan Korupsi dibentuk (2002)
b. Indeks Persepsi
Korupsi membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011
c. Indonesia
menjadi negara di peringkat keempat negara yang paling banyak melakukan suap
dalam transaksi bisnis di luar negeri (Survey Payers Index 2011)
3. Reformasi dan
kebebasan berpolitik
a. UUD 1945 telah
empat kali diubah sejak 1999 hingga 2002
b. MPR tidak lagi
menjadi lembaga tertinggi negara karena lembaga itu menjadi bikameral yang
terdiri atas DPR dan DPD (2002)
c. Otonomi daerah
sejak 2001
d. Pemilihan
presiden secara langsung sejak 2004
e. Pemilu dengan
multipartai sejak 1999
f. Pemilihan kepala
daerah secara langsung sejak 2005
4. Kebebasan
berekspresi
a. Permenpen No
01/84 yang mengatur hal ihwal tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dicabut
(1998)
b. Terbit UU No
9/Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (1998)
c. Terbit UU No
40/Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dan perlindungan
terhadap pers (1999)
5. Pengusutan
kasus penculikan aktivis tahun 1998
a. Rapat paripurna
DPR memutuskan penembakan Trisakti, Semanggi I dan II bukan merupakan
pelanggaran HAM berat (Juli 2001)
b. Badan Musyawarah
DPR menolak pembentukan Pengadilan HAM ad hoc
(Maret 2007)
c. Kejaksaan
menyatakan perkara itu telah ditangani di Pengadilan Militer (April 2008)
Perjalanan reformasi telah dinilai melenceng dari semangat
perubahan yang sebenarnya. Beberapa tuntuntan reformasi yang masih terhambat di
antaranya adalah pemberantasan KKN dan penegakan HAM.
Runtuhnya Orde Baru juga tidak lepas dari tuduhan korupsi
yang merugikan rakyat, dan reformasi muncul dengan semangat pemberantasan KKN.
Namun kenyataannya selama empat belas tahun ini masalah KKN tetap terjadi dan
sangat disayangkan bahwa yang melakukan KKN adalah orang-orang yang dulu
meneriakkan reformasi. Walau KKN tetap marak, berdasarkan data angka Indeks
Persepsi Korupsi di Indonesia justru membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi
3,0 pada 2011. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi diantara sepuluh
negara Asia Tenggara dan di Asia kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi
kelima, lebih baik dibandingkan China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar